CerpenKarya

Cerpen Pelajaran Ibu Cicak

Cecil seekor anak cecak. Umurnya baru satu minggu. Dia tinggal di sebuah lubang kayu di dalam hutan. Karena masih kecil, Ibu Cicak selalu menemani Cicil.

Suatu hari, Cicil merasa bosan berada di rumah. Dia ingin pergi jalan-jalan ke pohon lainnya. Selama ini, dia hanya berjalan-jalan di sekitar pohon tempat tinggalnya itu.

“Ibu, bolehkah aku pergi jalan-jalan?” tanya Cecil kepada ibunya yang sedang mengintai seekor lalat. Kedatangan Cecil membuat lalat tersebut terbang.

Ibu Cecak menoleh ke arah Cecil. Diamatinya anaknya yang telah tumbuh menjadi cecak muda. “Baiklah anakku, Ibu akan menemanimu untuk jalan-jalan,” sahut Ibu Cecak.

“Tapi Bu, aku sudah besar. Aku mau jalan-jalan sendiri. Ibu jangan menemaniku ya,” rengek Cecil.

“Tidak anakku. Kamu tidak Ibu ijinkan untuk jalan-jalan sendiri. Kamu belum mengenal keadaan di luar sana. Di luar sana penuh dengan bahaya anakku,” kata Ibu Cecak sambil mengusap kepala anaknya.

“Ibu, aku ingin pergi sendiri. Aku ingin mandiri Ibu. Aku tidak mau menjadi anak manja yang harus ditemani oleh Ibu,” rengek Cecil kepada ibunya. Ia berharap ibunya mengijinkan untuk pergi jalan-jalan sendiri.

“Ibu tidak akan mengijinkan kamu jalan-jalan sendiri Cecil. Banyak hal yang belum Ibu ajarkan kepadamu. Kalau kamu tetap memaksa, Ibu tidak akan mengijinkan kamu untuk jalan-jalan ke luar,” kata Ibu Cecak tegas.

Cecil menyadari ibunya tidak akan bisa dibujuk. “Baiklah Bu, akum au ditemani oleh Ibu. Tapi untuk kali ini saja ya. Besok, ijinkan aku untuk jalan-jalan sendiri,” kata Cecil.

“Baiklah, Ibu akan mengijinkanmu untuk jalan-jalan sendiri besok. Untuk hari ini Ibu akan menemanimu,” kata Ibu Cecak. “Ayo ikut Ibu. Ibu akan menunjukkan dunia luar kepadamu.” Ibu Cecak merayap di sebatang dahan yang menghubungkan pohon rumahnya dengan pohon yang lainnya. Cecil mengikuti Ibunya dari belakang.

“Cecil, kamu tahu tidak mengapa kita bisa merayap dengan posisi terbalik seperti ini?” tanya Ibu Cecak kepada Cecil ketika meraka merayap dengan tubuh menghadap ke bawah.

“Tidak Bu. Mengapa kita bisa, Bu?” tanya Cecil penasaran.

“Kita memiliki selaput yang lengket pada keempat telapak kaki kita,” kata Ibu Cecak sambil menunjukkan telapak kakinya.

Cecil mengamatinya dengan seksama. “Apakah hanya kita saja yang memiliki selaput lengket seperti ini, Ibu?”

Ibu Cecak tersenyum mendengar pertanyaan Cecil. “Ada beberapa hewan yang memiliki selaput seperti kita,” kata Ibu Cecak sambil melanjutkan perjalanannya. “Tokek adalah salah satu contohnya,” lanjutnya.
Cecil mengikuti ibunya dari belakang. Dia mendengrakan dengan seksama apa yang diajarkan oleh Ibunya.

“Berhenti anakku!” kata Ibu Cecak sambil menghentikan gerakannya. “Lihatlah di depanmu. Ada seekor nyamuk yang hinggap di daun tersebut,” katanya sambil menunjuk ke arah daun.

“Tampaknya enak sekali nyamuk itu Ibu. Aku belum makan dari tadi. Tolong tangkapkan nyamuk untukku,” pinta Cecil.

Ibu Cecak menggelengkan kepalanya. “Kamu yang harus menangkap makananmu sendiri.”

“Tapi Bu, aku belum bisa menangkap makanan sendiri,” kata Cecil ragu-ragu.

“Sekarang saatmu untuk belajar menangkap makanan sendiri Cecil. Merayaplah dengan berlahan ke arah nyamuk tersebut. Jangan sampai Ia menyadari kedatanganmu,” Ibu Cecak mengajarkan cara menangkap nyamuk kepada Cecil.

“Setelah jarakmu cukup dekat, gunakan lidahmu untuk menagkap nyamuk itu. Ingat kuncinya adalah sabar.”

Cecil merayap dengan berlahan mendekati nyamuk tersebut. Dengan sangat hati-hati merayap. Cecil berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang membuat nyamuk tersebut terkejut.

Cecil cukup beruntung. Nyamuk tersebut sedang tertidur dengan lelapnya. Ia tidak menyadari Cecil yang datang dengan berlahan.

Dalam satu gerakan yang cepat, lidah Cecil telah menyambar nyamuk tersebut. Dengan lahap ditelannya nyamuk tersebut. Cecil merasakan nyamuk tersebut sangat enak. Mungkin karena dia memperoleh nyamuk itu melalui usahanya sendiri.

“Bagus sekali anakku. Kamu belajar dengan cepat,” kata Ibu Cecak gembira melihat keberhasilan Cecil menangkap nyamuk tersebut. “Sekarang kita lanjutkan perjalanan kita,” kata Ibu Cecak.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke pohon selanjutnya. Ibu Cecak menjelaskan setiap hal yang mereka lihat dalam perjalanan. Cecil mendengarkan dengan seksama penjelasan ibunya.

Karena asyik berbicara, mereka tidak menyadari bahaya yang mengintai. Seekor kucing bersembunyi di balik dedaunan. Ia memperhatikan Cecil dan Ibunya. Dengan sabar, kucing tersebut menunggu Ibu Cecak lengah.

Setelah jarak dirasakan cukup, kucing tersebut melompat ke arah Ibu Cecak. Kaki depan si kucing tepat berada di leher Ibu Cecak.

Cecil dan Ibunya sangat terkejut. Cecil dengan cepat merayap ke dahan yang ada di atasnya. Dia sangat ketakutan melihat ibunya ditangkap oleh kucing.

Dalam kondisi yang terancam, Ibu Cecak bisa tenang. Dia tidak menggerakkan tubuhnya. Hanya ekornya yang dia gerakkan.

Cecil sangat kahwatir melihat keadaan ibunya. Dia tidak berani bergerak. Dari atas dahan, ia mengamati ibunya. Ia berharap ibunya bisa selamat dari si kucing.

Kucing mengamati ekor cicak yang bergerak gerak tersebut. Tiba-tiba dia terkejut, karena ekor cicak tersebut terpisah dari tubuh Ibu Cecak. Ekor tersebut menggelijang di dahan dan akhirnya jatuh ke bawah. Kucing yang menyangka cecak buruannya terlepas, segera terjun menangkap ekor cecak tersebut.
Mengetahui kucing sudah turun, Ibu Cecak segera merayap ke dahan tempat anaknya bersembunyi. Didekatinya anaknya yang sedang bersembunyi dengan ketakutan. “Ibu, syukurlah ibu bisa selamat,” seru Cecil gembira sambil memeluk ibunya.

Ibu Cecak tersenyum melihat kelakuan anaknya. “Ini juga pelajaran buat kamu Cecil. Kita harus selalu berhati-hati. Jika tidak, maka kita bisa dimakan oleh hewan lain seperti kucing,” kata Ibu Cecak kepada anaknya.

“Ekor Ibu putus,” kata Cecil sambil mengamati ekor Cecak yang telah putus.

“Tenang saja Cecil, nanti juga ekor Ibu akan tumbuh kembali. Kita bangsa cecak bisa memutuskan ekor kita sendiri. Namanya adalah autotomy,” Ibu Cecak menjelaskan kepada Cecil. “Dalam beberapa hari, ekor ibu akan tumbuh kembali,” lanjutnya.

“Itu salah satu cara kita melindungi diri dari musuh,” kata Ibu. Cecil merasa senang memperoleh banyak pengetahuan dari Ibunya. Ia sangat bersyukur ibunya menemani ia jalan-jalan. Kalau tidak, tentu dia bisa mendapat bahaya.

Ibu Cecak mengajak Cecil kembali ke rumah. “Besok kamu boleh jalan-jalan sendiri. Ingat selalu berhati-hati. Banyak bahaya di sekitar kita,” kata Ibu Cecak pada Cecil sambil berjalan menuju ke rumah mereka.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker