Berbagi Pengetahuan ®

Menulis Setiap Hari Bersama Dadang Kadarusman

Menulis Setiap Hari Dadang Kadarusman

Dadang Kadarusman merupakan sorang motivator, penulis, dan trainer. Sampai saat ini, dia telah mempublikasikan ribuan artikel dan buku yang berkaitan dengan pengembangan diri. Dia juga merupakan pioner dalam bidang Natural Intellegence. Dalam kesempatan ini, kita akan belajar motivasi menulis setiap hari dan menerbitkan buku bersama Dadang Kadarusman.

Ketika masih kecil, Dadang Kadarusman sering dibawakan buku bacaan oleh ayahnya. Ayah Dadang Kadarusman adalah seorang guru sekolah dasar. Dari buku bacaan yang dibawakan ayahnya, Dadang sangat menyukai membaca. Dari kesukaannya terhadap membaca, membuat Dadang memiliki keinginan untuk menulis.

Dulu, menerbitkan buku tidak semudah sekarang. Banyak orang yang sudah menulis, harus menelan kekecewaan karena naskahnya ditolak oleh penerbit. Dadang sendiri mengaku sudah terbiasa ditolak penerbit.

Sekarang tantangan terberat bukan pada menerbitkan buku. Melainkan bagaiman menulis sebuah buku. Oleh karena itu, menurutnya seorang penulis pemula, harus mampu menulis setiap hari. “Jika kita bisa menulis setiap hari, maka kita akan sampai pada titik dimana kualitas tulisan kita akan sangat menarik bagi penerbit. Ketika hal itu terjadi, kita tidak usah lagi mendatangi penerbit, mereka yang akan mendatangi kita.”

Menulis setiap hari tidaklah mudah. Butuh skill dan butuh trik. Bagi banyak orang, menulis setiap hari merupakan sebuah hal yang luar biasa bahkan bagi orang yang sudah terbiasa menerbitkan buku. Apalagi bagi penulis yang menerbitkan buku yang bukan merupakan hasil karya mereka. Dengan kata lain, penulis tersebut menyewa profesional (ghost writer) untuk menuangkan buah pikiran mereka dalam bentuk buku.

Penomena ghost writer tersebut merupakan sebuah effect dari seorang yang hanya ingin menerbitkan buku, tanpa disertai keinginan untuk menulis. Penulis yang mengandalkan ghost writer, akan berbeda dengan penulis yang mengasah keterampilan menulis terlebih dahulu tanpa memikirkan bagaimana menerbitkan bukunya. Penulis seperti ini yang akan memiliki skill untuk menjadi penulis yang terampil.

Mengapa kita perlu menulis setiap hari?

Ada banyak alasan, yang mendasari mengapa kita menulis setiap hari. Namun dari alasan tersebut, ada tiga alasan yang utama. Yang pertama, dalam pembelajaran kita sering mengenal “bisa karena biasa”.

Yang kedua, karena menulis setiap hari dapat membantu menjaga keselarasan antara otot-otot tubuh kita dengan jiwa. Kalau sudah terbiasa, melihat apapun dapat kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Hal ini akan terjadi secara reflek.

Begitu juga ketika kita merasakan sesuatu. Orang yang tidak terbiasa menulis, bisa saja memendam perasaan itu, atau butuh seseorang yangmau mendengarnya. Jika kita terbiasa menulis, maka kita akan selalu punya teman untuk mencurahkan perasaannya, yaitu selembar kertas dan pena dulu. Kalau sekarang, tinggal ambil smarphone maka kita bisa mencurahkan di sana.

Yang ketiga, menulis setiap hari merupakan healing remedy. Jika kita terbiasa menulis, kita bisa menjadi pribadi yang sehat.

Kesimpulannya, motivasi menulis setiap hari adalah karena seorang penerbit buku sejati, bukanlah orang yang meminta bantuan orang lain untuk menuliskan naskah bukunya. Melainkan orang yang memiliki kemampuan untuk menuliskan sendiri naskah bukunya secara mandiri. Bagaimana kemampuan itu diasah? Dengan cara berkomitmen untuk tidak melewatkan satu hari pun dalam hidup kita tanpa menulis.

Jadi, jika kita ingin bersungguh-sunggu menjadi penulis handal, mulai sekarang berkomitmenlah untuk menulis setiap hari. Cukup satu hari satu artikel. Dalam satu hari kita bisa menerbitkan satu karya tulis yang jika dibaca oleh orang lain, mereka akan memahaminya.

Dalam tahap belajar menulis, jangan terlalu baper ada yang membaca tulisan kita atau tidak. Karena, kalau orang lain membaca, belum tentu mendapat feedback positif. Tidak sedikit penulis pemula yang berhenti menulis karena mendapat feedback negatif dari pembacanya. Jadi yang terpenting, menulis saja dulu. Kalau tulisan sudah memenuhi standar minimal untuk dibaca orang, pasti orang akan membacanya.

Pembahasan selanjutnya adalah, apa yang membuat kita menulis sesuatu? Apa yang menjadi pendorong kita menjadi penulis? Atau apa yang menjadi tujuan kita menulis?

Ada orang yang menulis demi mendapatkan uang. Dadang sendiri mengaku pernah menulis demi mendapatkan uang. Tujuannya untuk biaya sekolah. Namun apa yang terjadi? Ternyata lebih banyak naskahnya dikembalikan redaksi daripada diterbitkan. Dari sana dia sadar, menulis demi mendapatkan uang bukan nilai pribadinya. Sampai saat ini dia menulis bukan demi uang.

Lalu bagaimana memperoleh ide menulis setiap hari? Segala hal yang ditangkap oleh panca indera kita adalah sumber ide. Tinggal kita olah. Indera kita memperoleh rangsangan yang tidak terhingga, sehingga sumber ide kita tidak terbatas.

Contoh sederhana, hal apa yang ditangkap oleh panca indera kita sekarang? Ada bunyi AC, itu sumber ide. Ada seseorang lewat di depan rumah, itu juga merupakan sumber ide. Ada bunyi PRAAANG karena panci terjatuh, itu semua merupakan sumber ide. Ide-ide itulah yang harus kita olah ke dalam tulisan.

Tanya Jawab Motivasi Menulis Setiap Hari Bersama Dadang Kadarusman

Pertanyaan 1
Selamat siang Saya Dwi Mulyanti Dari SMKN 1 Kademangan Kab. Blitar Pertanyaan saya 1) Berapa lama pengalaman bapak mengasah menulis hingga akhirnya dipercaya oleh penerbit seperti sekarang ini? 2) Sebagai permulaan, Seperti apa strategi dan Tips memilih penerbit yang sesuai dengan buku yang akan kita terbitkan?

Jawaban 1
Baik Bu Dwi, saya mulai menulis sejak SD, aktif sekali SMP sampai ikut lomba-lomba. Berarti sudah sekitar 40 tahun menulis. 1. Kapan mulai dipercaya oleh penerbit? Sekitar 10 tahun lalu. Jadi butuh 30 tahun perjalanan terlebih dahulu. Tapi, ada tapinya. Kondisi saya dulu beda dengan sekarang. Dulu, penerbit hanya sedikit. Dan mereka punya bargaining power yang sangat tinggi. Maka mereka sulit ditembus. Sekarang, ada Sangat banyak penerbit. bahkan menerbitkan sendiri pun bisa. Sehingga Bu Dwi tidak butuh waktu selama saya untuk diercaya penerbit. #2. Kalau kita masih pemula, sebaiknya tidak usah menerapkan terlalu banyak kriteria penerbit. Karena kita yang masih pemula butuh mereka kan ya. Strateginya paling gampang adalah; Ibu terus ikut kursus menulis seperti ini, lalu bikin naskah sambil konsultasi terus dengan penyelangara. Omjay, misalnya. Saya yakin beliau bisa menghubungkan kita dengan penerbit. Jadi ininya seperti saya jelaskan diawal; Fokus dulu kepada proses mengasah skill menulisnya saja. Lalu biarkan hasil karyawa ibu berseliweran diruang publik. Nanti, bakal seperti bakal jadi seperti lampu yang menarik perhatian para laron.

Pertanyaan 2
Saya Syukri dari padang mau tanya sama bang deka, yang pertama,nulis setiap hari kalau dipaksakan mungkin bisa ya bang. Tapi tentang Temanya apakah harus terstruktur atau bagaimana bang. Yang kedua berapa banyak kah kita harus nulis per harinya? Yang ketiga untuk masa berapa lama tulisan tersebut kita kumpulkan? Makasih atas jawabannya Bang Deka.

Jawaban 2
Baik Pak Syukri. Betul pak, kalau dipaksa bisa. Tapi, ‘paksaan’ adalah sebuah proses yang efektif untuk mendisiplinan seorang pembelajar yang belum memiliki ‘refleks menulis’ sendiri. Saya misalnya, sudah mulai menulis sejak SD. Tapi menulis setiap harinya barus setelah bekerja dibisa HR. Bahkan bagi yang sudah biasa menulispun butuh dipaksa. 1) Mengenai Tema, dalam tahap belajar; TIDAK USAH KHAWATIR SOAL TEMA dan sistematika penulisan. Pokoknya nulis saja. Tidak usah takut salah. Toh ini bukan UN kan? Kalau saya bicara dengan penulis yang sudah pro, saya menuntut mereka hasil karya yang pro. Tapi, bagi pembelajar, yang terpenting adalah; kemauan untuk terus praktek menulis. Lalu, bersedia mendengar masukan dari orang lain untuk perbaikannya 2) berapa banyak perhari? Targetkan 1 karya tulis. Sepanjang apa? Berapa kata? Bebas. yang penting, karya tulis itu bisa menampung buah pikiran sehingga pembaca mengerti. Contoh,. jika kita ingin menulis dengan tema “PANTANG MENYERAH” misalnya. Tulisan bapak tidak usah 1000 kata. Cukup 2 atau 3 paragraf saja. Lalu, minta orang lain baca. Jika mereka bisa menerima atau mengerti ide yang ingin bapak sampaikan, berarti tulisan itu sudah menjadi 1 artikel. Nanti, panjang dan bobot tulisannya pelan-pelan ditingkatkan. 3) Tidak ada standar berapa lama masa pengumpulan. kecuali jika bapak punya kontrak dengan penerbit. Misalnya disepakati dalam 2 bulan naskah harus selesai. Kalau bapak menulis untuk tujuan lain, maka waktunya bisa beda lagi.

Pertanyaan 3
Nama saya Heni Ekawati. Asal saya dari Aceh, saya betugas di SLB. Saya ingin bertanya pak, dari mana awalnya saya bercerita yang saya ingin menuliskan tentang kisah Anak Istimewa yaitu Dunia Tanpa Suara.

Jawaban 3
Bu Heni Ekawati. Itu topik yang keren. Dari kalimat “DUNIA TANPA SUARA” saja sudah mengundang pertanyaan orang. Saya contohkan ya. Saya akan memulai sebuah tulisan dengan tema itu. Nanti bisa ibu lihat bagaimana mengawali tulisannya Paragraf 1: Hey kamu. Pernahkah kamu membayangkan bagimana seandainya tidak seorang pun bersuara didunia ini. Tentu akan sepi sekali harimu kan? Tapi. bisakah kamu membayangkan seandainya hal itu benar-benar terjadi? Sekarang. Coba pejamkan matamu. Lalu bayangkan. Andai saja tak segencring suara pun tertangkap pendengaranmu. Sekarang, bisakan Ibu Heni lajutkan? Silakan bu Heni lanjutkan dengan tulisan sendiri. Dan saya akan melanjutkan dengan tulisan saya. Eh, tapi. menurut kamu. Apakah mungkin telingamu benar-benar tidak bisa mendengat bahkan sekedar bunyi ‘ting’ pun? Nggak ya. Nggak mungkin kamu nggak dengar bunyi anakku. Tahu kenapa? Karena ketahuilah sayang, bahwa Allah sayang banget sama kamu. Sehingga engkau bisa mendengar berbagai macam suara. Paragraf 2 tuch. Bu Heni lanjutkan punyamu ya. paragraf terakhir saya begini: Nak. Kamu sudah bersyukurkah dengan karunia indah itu? Karena ada loh, di desa sebelah. Seorang gadis yang tidak seberuntung kamu, sayang. Tapi sejak lahir sampai usianya yang menginjak 15 itu, tidak pernah mendengar apapun ditelinganya selain hening semata. Hebbbatnya…, gadis itu tidak pernah mengeluh nak. Tidak pernah pula sekalipun dia bersedih. Pokoknyaaa… a-… aaapa ya. Ehm, ibu…ibu kehabisan kata-kata untuk menjelaskan kemulian dirinya dibalik heningnya dunianya. Jika kamu tidak keberatan, sayang. Bolehkan Ibu mencari tahu lebih banyak tentangnya dan menceritakan kisah indah tentang gadis itu kepada hari Jumat nanti? Sudah sampai pesannya nggak dengan 3 paragraf itu? Minimal ada 1 gagasan yang sudah sampai kepada pembaca. Dan diujung ceritanya, ada ‘komitmen’ untuk melanjutkan. Kesimpulan: orang bilang memulai itu sulit sekali. kalau saya bilang: MULAI SAJA SARI SEBUAH KATA yang terlintas dalam pikiran Ibu. Insya Allah. nanti akan mengalir dengan sendirinya. Dan kalau saya, biasanya sebelum menulis bilang begini: Ya Allah, apa yang saya harus tuliskan hari ini? Bimbing saya ya Allah ya.

Pertanyaan 4
Assalamualaikum Pak Dadang.saya baru tahu adanya Gosh writter itu. Tapi saya ingin menerbitkan buku itu klo hasil dari tulisan saya sendiri. yang menjadi hambatan saya selalu ga pede ketika ingin mulai menulis, seakan ide itu hilang. Bagaimana caranya supaya tetap semangat untuk bisa menulis dan supaya ide itu ga hilang. Eti Haryati dari Bogor.

Jawaban 4
waalaikumsalaam warohmatullah Bu Eti. Ijinkan saya menambahkan bahwa menggunakan jasa “GHOSTWRITER” itu bukan hal yang buruk ya. Tapi itu cocoknya hanya untuk mereka yang hanya ingin menerbitkan buku. Kalau kita kan ingin menjadi penulis terampil, maka itu bukan opsi yang tepat buat kita. Mengenai tidak pede. Itulah sebabnya tadi saya sampaikan bahwa dalam proses latihan menulis, kita tidak perlu terikat dengan target berapa jumlah kata. Kan di sekolah dulu ada pelajaran mengarang ya. Bu gurunya bilang panjang tulisan minimal 1500 kata. Widiiih, bagi pemula mah pusing banget. Jadi nyantai aja. Dan tadi kita bahas juga tentang, tidak usah baperan dengan respon orang terhadap kualitas tulisan kita. Kita cuek maksudnya? Bukan. Tapi, kita harus menerima diri sendiri sebagai orang yang baru belajar. Jadi, kalau pun tulisan kita ‘tidak laku’ ya nggak apa-apa. Kan baru belajar. Latih terus aja. Bikin tulisan terus. Kalau belum berani menunjukkan tulisan itu pada orang lain, biarin aja jadi koleksi pribadi kita. Sambil terus memperbaiki tekniknya. Nanti kalau sudah ada tulisan yang ‘layak’ dicobain ke orang lain, tunjukkan saja. kalau bisa, pilih orang yang tidak akan bersikap negatif. Kesimpulan: Banyak orang tidak pede saat mau menuangkan gagasan lewat tulisan. Saya bilang, hey boleh jadi seseorang sedang menanti buah pikiran mu untuk dibacanya dengan penuh kekaguman. So menulislah.

Pertanyaan 5
Maaf Om DK, dalam menulis sebuah buku apakah kita menentukan judul baru menulis artikel-artikel yg berkaitan dgn judul atau kita menulis artikel2 dulu baru diberi judul utk menjadi sebuah buku? Agus Purwadi, Ponjong.

Jawaban 5
Baik pak Agus. Dulu buku saya yang judulnya “OUTSHINE” diberi judul duluan. Naskahnya ditulis belakangan. Sedangkan buku “KETIKA SEMUT DAN GAJAH BEKERJA” ditulis naskahnya duluan. Jadi, tidak ada keharusan menulis judul dulu atau naskah duluan.

Pertanyaan 6
Assalamu’alaikum Sangat menarik Om Deka. Bagaiman menjaga keistiqomahan menulis setiap hari? Sebab bagi saya kadang semangat menulis, kadang luruh semangatnya. Terima kasih. Isminatun, Sukoharjo.

Jawaban 6
Waalaikumsalaam warohmatullah Bu Isminatun. itulah pentingnya menemukan WHAT MAKES YOU WRITE yang tadi kita bahas. Karena hal itu akan menentukan tingkat istiqomah kita. Tapi jawabat dari WHAT tadi sifat individual. Kalau kita menulis karena uang, maka bakal berhenti ketika hasil karyawa kita nggak jadi uang banyak. Tapi kalau kita punya alasan yang lebih tinggi lebih mulia lebih bernilai Insya Allah akan istiqomah. Saya, misalnya. Sekarang menulis lebih karena ingin agar Allah mengajari saya sesuatu. lalu yang Allah ajarkan itu saya bagikan kepada orang lain. Dengan itu, maka saya selalu tanya; Ya Allah, hari ini saya bisa belajar apa? Dapat jawabannya, dituliskan, lalu dibagikan. Makanya sekarang saya justru lebih tertarik untuk menulis artikel setiap hari kemudian diberikan secara free daripada memikirkan menerbitkan buku. Dengan demikian, maka gagasan saya bisa lebih cepat sampai kepada orang lain. Bapak Ibu, menulis itu buat diri kita sendiri. Bukan buat orang lain. Jadi, berikanlah yang terbaik kepada tulisan kita sendiri. Sehingga mendapat yang terbaik dari kita berikan. Sedangkan para pembaca, adalah pihak yang ikut menikmati manfaatnya. Dengan begitu, maka lewat tulisan kita; kita menjadi pribadi yang lebih baik terlebih dahulu. Sambil mengajak orang lain untuk menemani perjalanan menuju perbaikan diri itu. So teruslah menulis. Karena dengan menulis, engkau melayani diri sendiri dan memberi manfaat kepada orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *